Catatan sang Bidadari

Hari Pembebasan Kaum Perempuan


KALAU kita menyimak catatan sejarah perjalanan Hari Ibu yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal 22 Desember,
muncul kesan bahwa semangat perjuangan kaum perempuan tempo dulu ternyata tidak sedangkal semangat yang sering
ditampilkan pada peringatan Hari Ibu saat ini seremonial dan bahkan konsumerisme. Dulu, mereka tidak hanya gigih
dalam menyuarakan hak-haknya, tetapi juga berani memikul senjata turun ke medan perang untuk memperjuangkan
kemerdekaan bangsa ini.

Adalah sejarah yang mencatat bahwa dua bulan setelah Sumpah Pemuda dideklarasikan, persisnya pada tanggal 22
Desember 1928, maka berkumpul sekira 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra untuk
menyelenggarakan kongres pertamanya dengan mengambil lokasi di Yogyakarta. Salah satu agenda pokoknya adala
menggabungkan organisasi-organisasi perempuan Indonesia dalam sebuah federasi tanpa sama sekali membedakan
latar belakang politik, suku, status sosial dan bahkan agama.

Hadirnya organisasi seperti Aisyiah, Wanita Katolik, Putri Indonesia, Jong Java bagian Perempuan, Jong Islamieten Bond
bagian Wanita dan Organisasi Wanita Utomo, adalah bukti sejarah bahwa semangat pluralisme (keberbedaan) yang
merupakan modal utama untuk membangun persatuan, sesungguhnya telah tumbuh subur di kalangan tokoh wanita
sejak dua pertiga abad yang lalu. Tidak keliru kalau momentum yang kini diperingati sebagai Hari Ibu itu hadir sebagai
puncak kebangkitan kesadaran kaum perempuan Indonesia dalam rangka menghimpun kekuatan bersama untuk bisa
keluar dari berbagai ketertinggalannya.

Jangan lupa, adalah sejarah pula yang mencatat bahwa dari kongres perempuan Indonesia yang pertama itu berhasil
dirumuskan beberapa rekomendasi penting dalam rangka memperjuangkan hak-haknya. Tuntutan kaum perempuan
kepada pemerintah tentang pemberian beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan, penolakan
tradisi perkawinan anak perempuan di bawah umur termasuk kawin paksa, sampai tuntutan pemberlakuan syarat-syarat
pelaksanaan perceraian yang tidak merugikan hidup kaum perempuan, adalah beberapa rekomendasi penting yang lahir
dari kongres perempuan pertama 75 tahun yang lalu.

Yang tidak kalah pentingnya, dari kongresnya yang pertama itu pula lahir kesepakatan untuk mendirikan badan
musyawarah bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) dengan misi pokoknya untuk menjalin
hubungan di antara semua perhimpunan perempuan, termasuk di dalamnya kesepakatan penyelenggaraan kongres
perempuan tahunan dalam rangka mengisi dan memelihara kelangsungan perjuangannya. Melalui kongres perempuan
pertama itu pulalah berhasil dirumuskan beberapa rekomendasi yang berisi tuntutan penerbitan surat kabar sebagai
media untuk meyuarakan hak-hak kaum perempuan sampai kepada tuntutan pemberian bantuan khusus bagi
perempuan janda dan anak yatim.

Itu semua menunjukkan bahwa jauh sebelum ada lembaga yang sekarang banyak menyuarakan arti pentingnya
kesetaraan dan keadilan gender, bahkan jauh sebelum kemedekaan Indonesia diproklamasikan, kaum perempuan
Indonesia ternyata telah memiliki kesadaran mengenai arti pentingnya pendidikan dan kesehatan sebagai modal utama
untuk bisa keluar dari berbagai ketertinggalannya. Semua itu juga memberi isyarat kepada kita bahwa gerakan kaum
perempuan pada saat itu sesungguhnya tidak kalah majunya dibanding dengan perjuangan kaum perempuan saat ini.
Bahkan jika kita menyimak catatan penting yang dihasilkan oleh kongres perempuan tahun-tahun berikutnya seperti
tertuang dalam buku ”Peringatan 30 tahun Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia 1928-1958”, kita pun akan segera
mengetahui bahwa banyak dari isu sentral yang diangkat gerakan perempuan saat ini, sesungguhnya merupakan isu
yang pernah diagendakan dalam perjuangan kaum perempuan tempo dulu.

Sebagai gambaran, jika saat ini kita, bahkan komunitas dunia banyak bicara mengenai masalah perdagangan anak dan
kaum perempuan, maka jauh sebelumnya kaum perempuan Indonesia pernah mengungkapkannya pada Kongres PPPI
tahun 1930 yang ditandai dengan lahirnya kesepakatan untuk membentuk Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan
Perempuan dan Anak-anak (P4A).

Bukan hanya itu, Kongres PPPI tahun 1930 itu juga telah melahirkan rumusan kerja lebih konkret lagi yang antara lain
ditandai dengan lahirnya rekomendasi yang meniscayakan arti pentingnya penyelidikan kondisi kesehatan kaum
perempuan dan sebab-sebab terjadinya kematian bayi di pedesaan, rekomendasi megenai arti pentingnya kampanye
berkait dengan segala akibat buruk yang ditimbulkan dari banyak kasus perkawinan usia dini sampai kepada upaya
mempelajari hak pilih bagi kaum perempuan yang sekaligus merupakan wujud kesadaran kaum perempuan waktu itu
akan arti pentingnya upaya bisa mengakses kekuasaan sebagai media untuk mewujudkan perjuangannya.
Kalau dirinci, sesungguhnya masih begitu banyak kiprah sekaligus sumbangan pemikiran berarti yang telah diberikan
kaum perempuan pada saat itu. Simak cuplikan pidato Soekarno di hadapan peserta kongres pertama kaum perempuan
tanggal 22 Desember tahun 1928 waktu itu yang mengisyaratkan besarnya perhatian sekaligus pengakuan tokoh politik
terhadap potensi yang dimiliki gerakan kaum perempuan pada saat itu sebagai berikut:

”Berbahagialah kongres kaum ibu; diadakan pada suatu waktu, di mana masih ada sahadja kaum bapak Indonesia jang
mengira, bahwa perdjoangan mengedjar keselamatan nasional bisa djuga lekas berhasil zonder sokongannja kaum ibu;
oleh karena dari pada kaum bapak masih banyak jang kurang pengetahuan akan harganja sokongan kaum ibu itu; kita
tidak sahadja gembira hati akan kongres itu oleh karena kaum bapak belum insyaf akan keharusan kenaikan deradjat
kaum ibu,- kita gembira ialah teristimewa djuga oleh karena di kalangan kaum ibu sendiri belum banjak jang mengetahui
atau mendjadikan kewajibannja ikut menjeburkan diri di dalam perdjoangan bangsa, dan belum banjak jang berkehendak
akan kenaikan deradjat itu.” (Soekarno, Kongres Kaum Ibu, 1928).

Tersirat dalam cuplikan pidato itu adalah sikapnya yang sangat mendorong kebangkitan kaum perempuan dalam rangka
memperjuangkan hak-haknya. Bahkan seperti pernah ditulis Gadis Arivia dalam artiakelnya yang berjudul ”Soekarno dan
Gerakan Perempuan (2001), Bung Karno punya obsesi yang lebih karena ingin menjadikan gerakan perempuan waktu itu
sebagai bagian dari gerakan memperjuangkan kemerdekaan. Itulah pula awal sejarah yang kemudian mengilhami
banyak organisasi perempuan setelah itu terlibat secara langsung dalam perjuangan kemerdekaan.

Pada tahun 1930, misalnya, Istri Sedar yang didirikan di Bandung muncul menyatakan diri ingin meningkatkan status
perempuan Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan. Gagasan dasarnya, tidak bakal ada persamaan hak antara laki-
laki dan perempuan bila tidak ada kemerdekaan. Setelah Jepang menyerah, kaum perempuan dari kalangan parpol dan
ormas berbasis agama Aisyiah dan Wanita Katolik menjadikan perjuangan kemerdekaan sebagai agenda utamanya. Hal
yang sama juga dilakukan pula oleh Wanita Muslimat dari Masyumi.

Lima belas tahun berikutnya, tahun 1945, di Bandung lahir organisasi bernama Lasjkar Wanita Indonesia (Lasjwi) yang
dibidani oleh Aruji Kartawinata. Mereka yang tergabung dalam organisasi ini, sebagiannya berani mengangkat senjata,
sebagian yang lainnya bertugas membantu prajurit yang luka kalau bukan menyiapkan makanan bagi para prajurit yang
sedang bertempur dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Begitu luhur dan mulia, bahkan berani, itulah kesan yang muncul kalau kita menyimak sejarah perjuangan kaum
perempuan yang awalnya diilhami oleh penyelenggaraan kongres perempuan pertama pada tanggal 22 Desember tiga
perempuan abad yang lalu. Itu pula sebabnya, tidak berlebihan jika Hari Ibu yang setiap tahun diperingati bangsa ini,
sepatutnya kita selenggarakan tidak hanya dalam bentuk seremoni yang hampa makna, apalagi penuh hura-hura.
Sebaliknya, kita jadikan momentum Hari Ibu itu sesuai dengan akar historisnya sebagai hari pembebasan kaum
perempuan dari berbagai belenggu yang menindasnya.
Kian maraknya kasus perdagangan anak dan perempuan, masih tinginya angka kematian ibu akibat kehamilan atau
melahirkan, masih banyaknya korban kaum perempuan akibat tindakan kekerasan dalam rumah tangga, adalah beberapa
saja dari sekian banyak masalah yang harus dijadikan agenda utama perjuangan kaum perempuan Indonesia saat ini
dan ke depan. Wilujeng Hari Ibu!***

Penulis : Mahasiswi STAIN Jember

Perjuangan Kaum dewi Sartika Untuk Kaum Perempuan


Tidak hanya kaum pria saja yang turut berjuang untuk merebut kembali bangsa ini dari para penjajah, kaum perempuan pun turut andil di dalamnya. Perjuangan pun dilakukan dengan banyak cara, seperti dengan menggunakan senjata seperti yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan Martha Christina Tiahahu, dan juga melalui dunia pendidikan seperti yang dilakukan oleh Kartini dan Dewi Sartika.
Ya, Dewi Sartika adalah pahlawan pendidikan, pahlawan nasional, sekaligus tokoh panutan di kalangan masyarakat Sunda. Ia bersama Kartini adalah tokoh perempuan terkemuka di Indonesia. Totalitasnya dalam memperjuangkan pendidikan terutama bagi kaum perempuan diakui dan diberikan apresiasi pemerintah dengan memberinya gelar pahlawan nasional sejak tahun 1966.
Lahir dari pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu Permas, Dewi Sartika memulai perjuangannya di dunia pendidikan sejak tahun 1902 dengan mengajarkan membaca, menulis, memasak, dan menjahit bagi kaum perempuan di sekitarnya. Pada tanggal 16 Juli 1904, Raden Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri atau Sekolah Perempuan.
Di tahun 1914, Sakola Istri diubah namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri atau Sekolah Keutamaan Perempuan, lalu Sakola Kautamaan Isteri diubah namanya menjadi Sakola Raden Dewi pada tahun 1929. Selain tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sakola Kautamaan Istri sempat pula menyebar ke luar pulau Jawa.
Dewi Sartika berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Maka dari itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga pun banyak diberikannya.
Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi berganti menjadi sebuah kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya.
Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai pihak, terutama dari sang suami yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata, yang telah banyak membantunya dalam mewujudkan perjuangannya, baik tenaga maupun pemikiran.
Sejak kecil Dewi Sartika memang telah memiliki jiwa pendidik. Ia sering mengajarkan baca tulis dan berlatih bahasa Belanda kepada anak-anak para pembantu di Kepatihan. Pola pembelajaran yang dilakukan adalah dengan cara sambil bermain, sehingga ia amat disenangi anak-anak didiknya.
Langkah yang dilakukan Dewi Sartika sejak kecil ini berdampak luas sehingga nama Dewi Sartika pun dikenal luas oleh masyarakat sebagai seorang pendidik, terutama di kalangan perempuan.
Pada tanggal 16 Januari 1939, pemerintah Hindia Belanda memberi bintang jasa kepada Dewi Sartika atas jasanya memajukan pendidikan kaum perempuan. Penghargaan dari pemerintah kolonial menunjukan bahwa perjuangan Dewi Sartika dilakukan secara koperatif, bukan perjuangan yang diramaikan dengan senapan.
Setelah terjadi Agresi militer Belanda di tahun 1947, Dewi Sartika ikut mengungsi bersama para pejuang yang terus melakukan perlawanan untuk mempertahankan kemerdekaan. Di saat mengungsi ini Dewi Sartika sudah lanjut usia, dan akhirnya wafat tanggal 11 September 1947 di Cinean, Jawa Barat.
Dengan segala perjuangan yang dilakukan oleh Dewi Sartika untuk kemajuan perempuan dan kesetaraan di Indonesia, para perempuan modern tentu harus tetap bersemangat dalam meneruskan perjuangannya dan para pahlawan perempuan lainnya.

Gambaran Bidadari-Bidadari Surga Menurut Hadits Rasulullah SAW dan Al-Quranul Karim

Harumnya Bidadari


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*_* Kecantikan Fisik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)
Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari  haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.
Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

*_* Sopan dan Pemalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:
“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”
Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain


*_* Putihnya Bidadari

Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)
al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.
Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72)
Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.
Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa,
“Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)
Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..
"SEMOGA ALLAH MENJADIKAN KITA GOLONGAN YANG MENDAPATKAN BIDADARI SURGA"

Sifat dan Ciri-ciri bidadari dalam perspektif Al-Qur'an

menyebutkan kenikmatan-kenikmatan yang dijanjikan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kepada orang-orang yang beriman yang akan diperoleh kelak di surga, karena memang surga adalah tempat bersenang-senang dalam keridhaan ar-Rahman. Berbeda halnya dengan dunia sebagai darul ibtila’ wal imtihan, negeri tempat ujian dan cobaan.
Di dalam surga, penghuninya akan beroleh apa saja yang mereka inginkan. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kabarkan dalam kalam-Nya yang agung:

 وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ ۖ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Di dalam surga itu terdapat segala apa yang diidamkan oleh jiwa dan sedap (dipandang) mata.” (az-Zukhruf: 71)
Al-‘Allamah Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di Rahimahullah menafsirkan ayat di atas dengan ucapannya, “Kalimat (dalam ayat) ini merupakan lafadz yang jami’ (mengumpulkan semuanya). Ia mencakup seluruh kenikmatan dan kegembiraan, penenteram mata, dan penyenang jiwa. Jadi, seluruh yang diinginkan jiwa, baik makanan, minuman, pakaian, maupun pergaulan dengan pasangan hidup, demikian pula hal-hal yang menyenangkan pandangan mata berupa pemandangan yang bagus, pepohonan yang indah, hewan-hewan ternak, dan bangunan-bangunan yang dihiasi, semuanya bisa didapatkan di dalam surga. Semuanya telah tersedia bagi penghuninya dengan cara yang paling sempurna dan paling utama.” (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 769)
Di antara kenikmatan surga adalah beroleh pasangan/istri berupa bidadari surga yang jelita. Al-Qur’anul Karim menggambarkan sifat dan kemolekan mereka dalam banyak ayat, di antaranya:

1. Surat an-Naba ayat 31—33

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا (٣١)حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (٣٢)وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (٣٣)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan beroleh kesenangan, (yaitu) kebun-kebun, buah anggur, dan kawa’ib atraba (gadis-gadis perawan yang sebaya).” (an-Naba’: 31—33)
Ibnu Abbas, Mujahid, dan selainnya menafsirkan bahwa kawa’ib adalah nawahid, yakni buah dada bidadari-bidadari tersebut tegak, tidak terkulai jatuh, karena mereka adalah gadis-gadis perawan yang atrab, yaitu sama umurnya/sebaya. (Tafsir Ibni Katsir, 7/241)
2. Surat al-Waqi’ah ayat 35—37

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (٣٥)فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (٣٦)عُرُبًا أَتْرَابًا (٣٧)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (wanita surga) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (al-Waqi’ah: 35—37)
Wanita penduduk surga diciptakan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dengan penciptaan yang tidak sama dengan keadaannya ketika di dunia. Mereka diciptakan dengan bentuk dan sifat yang paling sempurna yang tidak dapat binasa. Mereka semuanya, baik bidadari surga maupun wanita penduduk dunia yang menghuni surga, dijadikan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala sebagai gadis-gadis yang perawan selamanya dalam seluruh keadaan. Mereka senantiasa mengundang kecintaan suami mereka dengan tutur kata yang baik, bentuk dan penampilan yang indah, kecantikan paras, serta rasa cintanya kepada suami.
Apabila wanita surga ini berbicara, orang yang mendengarnya ingin andai ucapannya tidak pernah berhenti, khususnya ketika wanita surga berdendang dengan suara mereka yang lembut dan merdu menawan hati. Apabila suaminya melihat adab, sifat, dan kemanjaannya, penuhlah hati si suami dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Apabila si wanita surga berpindah dari satu tempat ke tempat lain, penuhlah tempat tersebut dengan wangi yang semerbak dan cahaya. Saat “berhubungan” dengan suaminya, ia melakukan yang terbaik.
Usia mereka, para wanita surga ini, sebaya, 33 tahun, sebagai usia puncak/matang dan akhir usia anak muda.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala menciptakan mereka sebagai perempuan yang selalu gadis lagi sebaya, selalu sepakat satu dengan yang lain, tidak pernah berselisih, saling dekat, ridha dan diridhai, tidak pernah bersedih, tidak pula membuat sedih yang lain. Bahkan, mereka adalah jiwa-jiwa yang bahagia, menyejukkan mata, dan mencemerlangkan pandangan. (Lihat keterangan al-Allamah as-Sa’di Rahimahullah dalam Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 834)

3. Surat ar-Rahman ayat 55—58
“Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua dustakan? Di ranjang-ranjang itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin1. Maka nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian berdua dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (ar-Rahman: 55—58)
Mereka menundukkan pandangan dari melihat selain suami-suami mereka sehingga mereka tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bagus daripada suami-suami mereka. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas c dan lainnya.
Diriwayatkan bahwa salah seorang dari mereka berkata kepada suaminya, “Demi Allah! Aku tidak pernah melihat di dalam surga ini sesuatu yang lebih bagus daripada dirimu. Tidak ada di dalam surga ini sesuatu yang lebih kucintai daripada dirimu. Segala puji bagi Allah yang Dia menjadikanmu untukku dan menjadikanku untukmu.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/385)
Bidadari yang menjadi pasangan hamba yang beriman tersebut adalah gadis perawan yang tidak pernah digauli oleh seorang pun sebelum suami-suami mereka dari kalangan manusia dan jin. Mereka diibaratkan permata yakut yang bersih bening dan marjan yang putih karena bidadari surga memang berkulit putih yang bagus lagi bersih. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 385)

4. Surat ar-Rahman ayat 70
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ (٧٠)
“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik (akhlaknya) lagi cantik-cantik parasnya.” (ar-Rahman: 70)
Terkumpullah kecantikan lahir dan batin pada bidadari atau wanita surga itu. (Taisir al-Karimir Rahman hlm. 832)

5. Surat ar-Rahman ayat 72
حُورٌ مَقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (٧٢)
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dan dipingit di dalam rumah.” (ar-Rahman: 72)
Rumah mereka dari mutiara. Mereka menyiapkan diri untuk suami mereka. Namun, bisa jadi mereka pun keluar berjalan-jalan di kebun-kebun dan taman-taman surga, sebagaimana hal ini biasa dilakukan oleh para putri raja dan yang semisalnya. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 832)

6. Surat ad-Dukhan ayat 51—54
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ (٥٤)
“Sesungguhnya orang-orang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami nikahkan mereka dengan bidadari-bidadari.” (ad-Dukhan: 51—54)
Wanita yang berparas jelita dengan kecantikan yang luar biasa sempurna, dengan mata-mata mereka yang jeli, lebar, dan berbinar. (Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 775)

7. Surat ash-Shaffat ayat 48—49

وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ ﴿٤٨

كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَّكْنُونٌ ﴿٤٩
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya (qashiratuth tharf) dan jeli matanya, seakan-akan mereka adalah telur burung unta yang tersimpan dengan baik.” (ash-Shaffat: 48—49)
Qashiratuth tharf adalah afifat, yakni wanita-wanita yang menjaga kehormatan diri. Mereka tidak memandang lelaki selain suami mereka. Demikian kata Ibnu Abbas, Mujahid, Zaid bin Aslam, Qatadah, as-Suddi, dan selainnya.
Mata mereka bagus, indah, lebar, dan berbinar-binar. Tubuh mereka bersih dan indah dengan kulit yang bagus. Ibnu Abbas c berkata, “Mereka ibarat mutiara yang tersimpan.”2
Al-Imam al-Hasan al-Bashri t mengatakan, “Mereka terjaga, tidak pernah disentuh oleh tangan.” (Tafsir Ibni Katsir, 7/11)
Ini menunjukkan ketampanan lelaki dan kecantikan wanita di surga. Sebagiannya mencintai yang lain dengan cinta yang membuatnya tidak memiliki hasrat kepada yang lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka seluruhnya menjaga kehormatan diri, tidak ada hasad di dalam surga, tidak ada saling benci dan permusuhan, karena tidak adanya sebab yang bisa memicu ke sana. (Taisir al-Karimir ar-Rahman, hlm. 703)
Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk beramal dengan amalan yang dapat menyampaikan kepada ridha-Nya dan memasukkan kita ke negeri kemuliaan-Nya. Amin.

Catatan Kaki:

1 Ini adalah dalil bahwa jin yang beriman pun akan masuk surga.
2 Hal ini sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tentang kenikmatan yang diperoleh penduduk surga,
“Dan bidadari surga yang bermata jeli. Mereka seperti mutiara yang tersimpan.” (al-Waqi’ah: 22—23)
Sumber : http://asysyariah.com/bidadari-surga-dalam-penggambaran-al-quran.html
Hadits Abdullah ibnu Mas’ud Rodiallohu ‘anhu :

« أَوَّلُ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ ضَوْءُ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالْزُّمْرَةُ الثَّانِيَةُ عَلَى لَوْنِ أَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُريَ فِي السَّمَاءِ، لِكُل رَجُلٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ، عَلَى كُل زَوْجَةٍ سَبْعُونَ حُلَّةً، يُرَىٰ مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ لُحُومِهِمَا وَحُلَلِهِمَا، كَمَا يُرَىٰ الشَّرَابُ الأَحْمَرُ فِي الزُّجَاجَةِ الْبَيْضَاءِ »

“Kelompok pertama kali yang masuk surga, seolah wajah mereka cahaya rembulan di malam purnama. Kelompok kedua seperti bintang kejora yang terbaik di langit. Bagi setiap orang dari ahli surga itu dua bidadari surga. Pada setiap bidadari ada 70 perhiasan. Sumsum kakinya dapat terlihat dari balik daging dan perhiasannya, sebagaimana minuman merah dapat dilihat di gelas putih.” (HR. Thabrani dengan sanad shahih, dan Baihaqi dengan sanad hasan. Hadits hasan, shahih lighairi: Shahih al-Targhib: 3745)

Popular Posts

Kategori

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Bidadari Syurga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger